tag:blogger.com,1999:blog-49423021953262117152024-02-20T14:17:12.494-08:00sosantagectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-19430779837635149612012-01-07T02:53:00.000-08:002012-01-07T02:53:04.736-08:00Perbedaan Kualitas Pembelajaran Sosiologi di SMA Akreditasi A, B, C Kabupaten Ngawi.<div style="text-align: center;">BAB I</div><div style="text-align: center;">PENDAHULUAN</div><br />
I. Latar Belakang<br />
Pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang sangat penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang maju, demokratis, mandiri dan sejahtera. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Pembaharuan pendidikan dilakukan terus menerus agar mampu menghadapi berbagai tantangan sesuai perkembangan zaman. Dalam era reformasi dan demokratisasi pendidikan, tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan meliputi, persoalan yang terkait dengan pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. (Yamin, 2010: 26)<br />
Agar mutu pendidikan itu sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan oleh masyarakat, maka perlu ada standar yang dijadikan acuan. Setiap sekolah secara bertahap dikembangkan untuk menuju kepada pencapaian standar yang dijadikan acuan tersebut. Acuan ini bersifat nasional, baik dilihat dari aspek masukan, proses, maupun lulusanya. Apabila suatu sekolah, misalnya telah mampu mencapai standar mutu yang bersifat nasional, diharapkan sekolah tersebut secara bertahap mampu mencapai mutu yang kompetitif secara internasional. Jadi, pada dasarnya mutu pendidikan nasional merupakan acuan minimal yang harus dicapai oleh setiap satuan atau program pendidikan.<br />
<a name='more'></a><br />
Sebagaimana diketahui, upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya ini diarahkan agar setiap lembaga pendidikan selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang dimaksud dengan mutu layanan adalah jaminan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan disekolah sesuai dengan yang seharusnya terjadi dan sesuai pula dengan yang diharapkan. Apabila setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk memberi jaminan mutu dan upaya ini secara nasional akan terus meningkat. Peningkatan mutu pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan mutu sumber daya manusia secara nasional. Hal ini sangat penting mengingat sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai kesempatan dan tantangan, baik yang bersifat nasional maupun global, sedangkan berbagai kesempatan dan tantangan itu hanya dapat diraih dan dijawab apabila sumber daya manusia yang dimiliki bermutu tinggi. <br />
Dari pemikiran tersebut untuk dapat membandingkan serta memeratakan mutu pembelajaran dari setiap satuan pendidikan, perlu diadakan Akreditasi bagi setiap lembaga dan program pendidikan. Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.<br />
Dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam makna proses adalah penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah secara berkelanjutan. Akreditasi dalam makna hasil menyatakan pengakuan bahwa suatu sekolah telah memenuhi standar kelayakan pendidikan yang telah ditentukan Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (2005 : 4) kewenangan yang dimiliki oleh Badan Akreditasi Nasional adalah sebagai berikut : (1) Menetapkan Kebijakan, standart, sistem, dan perangkat akreditasi secara nasional, (2) Badan Akreditasi Sekolah propinsi melaksanakan akreditasi untuk SMA, SMK, SLB, (3) Badan Akreditasi sekolah kabupaten melaksanakan akreditasi untuk TK, SD, SMP.<br />
Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah yang dilakukan di Sekolah atau Madrasah mengacu pada peraturan atau ketetapan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah baik syarat suatu sekolah mengikuti akreditasi, waktu pelaksanaan, dan prosedur penilaianya. Syarat-syarat suatu sekolah mengikuti akreditasi antara lain : (1) Sekolah tersebut memiliki surat keputusan kelembagaan UPT, (2) sekolah tersebut memilki siswa pada semua tingkatan, (3) Sekolah tersebut memiliki tenaga kependidikan, (4) Sekolah tersebut melaksanakan Kurikulum Nasional, (5) Sekolah tesebut telah menamatkan siswa. (Widyaswara, 2005:5)<br />
Penyelenggaraan akreditasi sebagai salah satu kegiatan peningkatan mutu dibidang pendidikan, pada hakikatnya ialah agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dan pada giliranya peserta didik dapat mencapai keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan maupun dalam pembentukan kepribadian. Disamping itu, perlu diupayaknya penyelenggaraan akreditasi yang sesuai dengan paradigma baru diantaranya adalah agar tidak lagi membedakan antara lembaga pendidikan negeri dan swasta, mendayagunakan keterlibatan dan peran serta masyarakat, serta prinsip keterbukaan. Dengan diadakanya program akreditasi ini diharapkan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dan pada giliranya peserta didik dapat mencapai keberhasilan pendidikan.<br />
<br />
II. Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang diatas maka pemasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :<br />
1. Apa faktor yang mempengaruhi perbedaan kualitas pembelajaran sosiologi di SMA akreditasi A, B, C di Kabupaten Ngawi ?<br />
2. Adakah perbedaan kualitas pembelajaran sosiologi di SMA Akreditasi A,B, dan C di Kabupaten Ngawi ?<br />
<br />
III. Tujuan<br />
1. Untuk mengetahui perbedaan kualitas pembelajaran sosiologi di SMA Akreditasi A, B, C Kabupaten Ngawi.<br />
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kualitas pembelajaran sosiologi di SMA akreditasi A, B, dan C di Kabupaten Ngawi.<br />
<br />
IV. Manfaat<br />
1. Manfaat Teoritis <br />
Sebagai masukan dalam proses pembelajaran di SMA<br />
2. Manfaat Praktis<br />
• Bagi Guru : peningkatan kemampuan dan pelaksanaan pembelajaran yang lebih baik di SMA<br />
• Bagi Siswa : membantu siswa dalam pelaksanaan pembelajaran sosiologi agar pembelajaran sesuai dengan harapan.<br />
• Bagi Peneliti : dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian sehingga dapat menjadi pertimbangan peneliti dalam pengembangan metode pada masa yang akan datang.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">BAB II</div><div style="text-align: center;">KAJIAN TEORI</div><br />
1. Hakekat Kualitas Pembelajaran <br />
Istilah kualitas, pemikiran tertuju pada suatu benda atau keadaaan yang baik. Kualitas lebih mengarah pada sesuatu yang baik (Glaser, 1982: 36). Sedangkan pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa. Jadi membicarakan kualitas pembelajaran artinya mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran yang baik pula. Agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik dan hasilnya dapat diandalkan, maka perbaikan pengajaran diarahkan pada pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hal ini bagaimana peran strategi pembelajaran yang dikembangkan disekolah menghasilkan luaran pendidikan sesuai apa yang diharapkan. (Hamzah 2008: 153)<br />
Kualitas pembelajaran dan pembentukan pembentukan kompetensi peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan hasil belajar. Dari segi proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping itu juga menunjukan gairah belajar yang tinggi, nafsu belajar yang besar, dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dan perilaku yang positif pada diri peserta didik setidaknya sebagian besar (75%). Kegagalan dalam proses pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, ant dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat. Untuk itu, proses pengajaran harus direncanakan. Ketercapaian tujuan dapat dicek atau dikontrol sejauh mana tujuan itu telah tercapai. Itu sebabnya, suatu sistem pengajaran selalu mengalami dan mengikuti tiga tahap yakni tahap analisis (menentukan dan merumuskan tujuan), tahap sintesis (perencanaan proses yang akan ditempuh), dan tahap evaluasi (menetes tahap pertama dan kedua). (Hamalik, 2008: 55)<br />
Untuk mencapai tujuan pembelajaran disekolah dengan standar kompetensi yang dirumuskan sesuai dengan jenjang pendidikan, dibutuhkan strategi yang tepat dan akurat mulai dari pemilihan metode, pengelolaan kelas, dan suasana belajar sampai pada pengorganisasian materi dan pemanfaatan media belajar. Menurut Noeng Muhadjir, ada beberapa strategi yang bias digunakan dalam pembelajaran yaitu: (1) Strategi Tradisional, (2) Strategi Bebas, (3) Strategi refleksi, dan (4) Strategi Transinternal. Melalui berbagai strategi tersebut guru berperan sebagai penyaji informasi, pemberi contoh atau teladan, serta sumber nilai yang melekat dalam pribadinya. Sedangkan siswa menerima informasi dan merespon stimulus guru secara fisik serta memindahkan dan memolakkan pribadinya untuk menerima nilai-nilai kebenaran sesuai dengan kepribadian guru yang diungkap dalam perilakunya. (Barizi, 2009: 95)<br />
Strategi membelajaran merupakan salah satu dari variable pembelajaran, yaitu variabel kondisi dan variabel hasil pembelajaran. Simon (1969) sebagaimana dikutip oleh Uno (1998) misalnya telah mengklasifikasikan variable-variabel pembelajaran yang dikatakanya sebagai komponen utama dari ilmu merancang menjadi 3 yaitu (1) alternative goals or requirtments, (2) possibilities for action, dan (3) fixed parameters or constraints. Klasifikasi lain dikemukakan oleh glaser, yang disebutnya sebagai empat components of a psychology of instruction. Keempat komponen ini yaitu (1) analisis isi bidang studi, (2) diagnosis kemampuan awal siswa, (3) proses pengajaran, (4) pengukuran hasil belajar. <br />
<br />
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran yaitu:<br />
a. Tujuan <br />
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tercapainya tujuan sama halnya dengan keberhasilan pengajaran. Perumusan tujuan akan mempengaruhi tujuan pengajaran yang dilakukan oleh guru dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar anak didik untuk menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan pembelajaran.<br />
b. Guru <br />
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru bagus dan idealnya suatu strategi tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru karena guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran.<br />
c. Peserta Didik<br />
Peserta didik atau siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan peserta didik adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi jarak dan irama perkembangan masing-masing peserta didik pada setiap aspek berbeda-beda. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan peserta didik yang tidak sama, disamping karakteristik lain yang yang melekat pada diri peserta didik. <br />
d. Sarana dan Prasarana<br />
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat pelajaran dan perlengkapan sekolah dan lain-lain. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pebelajaran misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah,kamar kecil dan lain-lain. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.<br />
e. Kegiatan Pembelajaran<br />
Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan siswa dengan bahan sebagai perantaranya. Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambil akan menghasilkan kegiatan siswa yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan kegiatan individual, misalnya dengan berusaha memahami siswa sebagai makhluk individu dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan pendekatan kelompok berusaha memahami siswa sebagai makhluk sosial dengan tingkat keberhasilan belajar mengajar yang berbeda pula. Perpaduan dari kedua pendekatan tersebut akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.<br />
f. Lingkungan <br />
Dari faktor lingkungan ini ada dua hal yang mempengaruhi proses pembelajaran yaitu:<br />
• Faktor organisasi kelas, yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bias mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.<br />
• Iklim sosial dan psikologis, maksudnya keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. <br />
Iklim sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah keluarga dan siswa itu sendiri. Sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga semuanya dapat member dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa.<br />
g. Bahan dan Alat Evaluasi <br />
Bahan adalah suatu bahan yang terdapat didalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh siswa guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran itu sudah dikemas dalam bentuk buku paketuntuk dikonsumsi oleh siswa. Setiap siswa wajib memiliki buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan belajar mengajar dikelas. <br />
Alat evaluasi adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk membuat berbagai macam soal ulangan dari semua bahan yang telah diprogramkan. Biasanya alat evaluasi ini berupa pilihan ganda atau essay. (Sanjaya, 2007: 292)<br />
<br />
3. Proses Belajar Mengajar (PBM).<br />
Proses belajar mengajar adalah serangkaian aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. <br />
a. Perencanaan Proses Belajar Mengajar<br />
Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan rencana tentang materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana melakukan penilaian. Termasuk dalam perencanaan ini juga adalah memilih media atau alat pendidikan, fasilitas, waktu, tempat, harapan-harapan, dan perangkat informasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar. Jadi esensi perencanaan pembelajaran adalah kesiapan segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya pelaksanaan proses belajar mengajar.<br />
Perencanaan proses belajar mengajar yang dianggap sangat penting untuk dicermati suatu Sekolah meliputi:<br />
• Kesesuaian perencanaan proses belajar mengajar dengan visi dan misi Sekolah.<br />
• Dokumen persiapan mengajar dan analisis materi pelajaran.<br />
• Penyiapan sumber belajar dan alat peraga.<br />
b. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar<br />
Pelaksanaan proses belajar mengajar adalah kejadian atau peristiwa interaksi antar pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan perubahan pada pesera didik yaitu, dari belum mampu menjadi mampu, dari belum terdidik menjadi terdidik, dan dari belum kompeten menjadi kompeten. Inti dari proses belajar mengajar ini adalah efektifitasnya. <br />
Untuk mewujudkan tingkat efektifitas yang tinggi dari perilaku pendidik dan peserta didik maka perlu dipilih strategi proses belajar mengajar yang menggunakan realita dan jenis pengalaman. <br />
c. Evaluasi Proses Belajar Mengajar<br />
Evaluasi proses belajar mengajar adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran. Jadi, fokus evaluasi pembelajaran adalah pada hasil, baik pada hasil yang berupa proses maupun produk. Informasi hasil pembelajaran ini kemudian dibandingkan dengan hasil pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika hasil nyata pembelajaran sesuai dengan hasil yang ditetapkan, maka pembelajaran dapat dikatakan efektif. Sebaliknya, jika hasil nyata pembelajara tidak sesuai dengan hasil pembelajaran yang ditetapkan, maka pembelajaran dikatakan kurang efektif. Pendidik menggunakan berbagai jenis alat evaluasi sesuai karakteristik kompetensi yang harus dicapai siswa. Proses belajar mengajar dapat menggambarkan kualitas dari suatu Sekolah atau Madrasah baik itu rendah maupun tinggi, meliputi:<br />
• Nilai ujian akhir nasional.<br />
• Nilai ujian akhir Sekolah atau Madrasah.<br />
• Prestasi non akademik.<br />
• Sikap dan kepribadian siswa<br />
• Tinggal kelas. (Mulyono, 2008: 283).<br />
Masalah penting yang sering dihadapi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi.hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk “materi pokok”. Menjadi tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan yang dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.<br />
Berkenaan dengan pemilihan bahan ajar ini, secara umum masalah yang dimaksud meliputi cara penentuan jenis materi, kedalaman, ruang lingkup, urutan penyajian, perlakuan, dan terhadap materi pembelajaran. Termasuk masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar adalah guru memberikan bahan ajar atau materi pembelajaran terlalu luas atau terlalu sedikit, urutan penyajian tidak tepat, dan jenis materi bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa. Sehubungan dengan hal ini, perlu disusun rambu-rambu pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar untuk membantu guru agar mampu memilih materi pembelajaran atau bahan ajar dan memanfaatkannya dengan tepat.<br />
a. Pemilihan Bahan Ajar dalam Pembelajaran<br />
Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas. Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran, termasuk pembelajaran berbasis kompetensi, bahan ajar dipilih setelah identitas mata pelajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar ditentukan. Materi pembelajaran perlu dipilih dengan tepat agar seoptimal mungkin membantu siswa dalam mmencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masalah yang timbul berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran menyangkut jenis, cakupan, urutan, perlakuan, terhadap materi pembelajaran dan sumber bahan ajar.<br />
b. Pengertian Bahan Ajar<br />
Secara garis besar bahan ajar atau materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur) ketrampilan dan sikap atau nilai.<br />
Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrument yang disusun berdasarkan indikator pencapaian belajar.<br />
<br />
4. Hakekat belajar Sosiologi<br />
1. Hakekat Belajar<br />
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting atau vital. Manager adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa. (Hamlik, 2008:36)<br />
Menurut Gagne (1977) menganalogkan belajar dengan sebuah proses membangun gedung. Anak-anak secara terus menerus membangun makna baru ( pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) berdasarkan apa yang telah mereka kuasai sebelumnya. Anak-anak atau peserta didik adalah orang yang membangun. Belajar adalah sebuah proses penambahan bagian demi bagian informasi baru terhadap informasi yang telah mereka ketahui dan dikuasai sebelumnya. Ini terjadi karena belajar merupakan proses developmental. Perkembangan kognitif anak terkait dengan kematangan biologis, psikologis, dan sosialnya.<br />
2. Pengertian Sosiologi <br />
Sosiologi dari bahasa latin yaitu socius yang berarti kawan atau teman, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.<br />
Menurut pakar-pakar Sosiologi diantaranya:<br />
• Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial.<br />
• Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada diluar individu dimana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu<br />
Yang menjadi objek studi sosiologi adalah masyarakat, yaitu sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.<br />
Berdasarkan hakikat sosiologi tersebut maka ruang lingkup pengajaran sosiologi sama dengan ruang lingkup kajian sosiologi yang mencakup hampir semua bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, politik, agama, pendidikan, dan kebudayaan dilihat dari perspektif sosiologi.<br />
Elemen-elemen yang menjadi perhatian ahli sosiologi diantaranya karakteristik penduduk, perilaku sosial, lembaga sosial, elemen budaya dan perubahan sosial.<br />
3. Tujuan Pembelajaran Sosiologi<br />
Tujuan dari pembelajaran sosiologi yaitu untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Karena pada umumnya sosiologi dikenal sebagai disiplin ilmu yang mempelajari individu, kelompok dan lembaga sosial yang membentuk masyarakat secara umum, sehingga dengan mempelajari sosiologi individu-individu akan mampu menyesuaikan serta mengontrol perilakunya supaya sesuai dengan lingkungan sekitarnya.<br />
<br />
5. Sistem Akreditasi Sekolah atau Madrasah<br />
1. Pengertian Akreditasi Sekolah<br />
Secara terminologi akreditasi didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka. Dalam konteks akreditasi Madrasah atau Sekolah dapat diberikan pengertian sebagai suatu proses penilaian kualitas Sekolah atau Madrasah, baik Madrasah Negeri atau Madrasah Swasta dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga akreditasi. Hasil penilaian tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk memelihara dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan lembaga yang bersangkutan. (Mulyono, 2008: 279)<br />
Akreditasi merupakan alat regulasi diri (self-regulation) agar Sekolah atau Madrasah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini akreditasi memiliki makna proses pendidikan. disamping itu akreditasi juga merupakan hasil penilaian dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu Sekolah atau Madrasah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. <br />
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 60 menegaskan bahwa: (1) akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan stuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formalpada setiap jenjang dan jenis pendidikan; (2) akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas public; (3) akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka; (4) ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />
Dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, telah memuat secara tegas kewenangan pemerintah pusat dan kewenangan daerah dalam bidang pendidikan. Berdasarkan kebutuhan akan pentingnya kualitas Sekolah atau Madrasah secara sistematis serta kebijakan tentang otonomi pendidikan, maka pemerintah (dalam hal ini Diknas dan Depag) telah membuat suatu perubahan dalam konteks penilaian kualitas pendidikan melalui perbaikan atau revisi dan pengembangan pedoman akreditasi sekolah dan madrasah. Dengan diadakanya program akreditasi ini diharapkan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dan pada giliranya peserta didik dapat mencapai keberhasilan pendidikan. (Mulyono, 2008: 265-269)<br />
2. Tujuan Akreditasi Sekolah <br />
Tujuan diadakanya akreditasi sekolah atau madrasah ini adalah untuk memperoleh gambaran keadaan dan kinerja Sekolah atau Madrasah dan untuk menentukan tingkat kelayakan suatu Sekolah atau Madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan, Sebagai dasar yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan dan pengembangan dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.(Mulyono, 2008: 279)<br />
3. Manfaat Hasil Akreditasi Sekolah<br />
Manfaat dari hasil akreditasi sekolah ini adalah:<br />
• Membantu Sekolah atau Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan pesertadidik dari suatu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.<br />
• Membantu mengidentifikasi Sekolah atau Madrasah dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana siswa dan donator atau bentuk bantuan lainya.<br />
• Acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah atau Madrasahdan rencana pengembangan Sekolah atau Madrasah.<br />
• Umpan balik salam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah atau Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah atau Madrasah.<br />
• Motivator untuk Sekolah atau Madrasah untuk terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik ditingkat Kabupaten atau Kota, Provinsi, Nasional bahkan Regional dan Internasional.<br />
• Bahan informasi bagi Sekolah atau Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari Pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.<br />
4. Fungsi Akreditasi Sekolah<br />
Akreditasi Sekolah atau Madrasah memiliki fungsi sebagai berikut : <br />
• Pengetahuan, yaitu sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan Sekolah atau Madrasah dilihat dariberbagai unsur terkait yang mengacu pada standar minimal beserta indikator-indikator. <br />
• Akuntabilitas, yaitu sebagai bentuk pertanggung jawaban Sekolah atau Madrasah kepada publik, apakah layanan yang dilakukan dan diberikan oleh Sekolah atau Madrasah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.<br />
• Pembinaan dan Pengembangan, yaitu sebagai dasar bagi Sekolah atau Madrasah, Pemerintah, dan Masyarakat dalam upaya peningkatan dan pengembangan mutu Sekolah atau Madrasah.<br />
5. Prinsip-prinsip Kegiatan Akreditasi Sekolah<br />
Akreditasi Sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:<br />
• Objektif <br />
Akreditasi Sekolah atau Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukan oleh suatu Sekolah atau Madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan tersebut diperiksa dengan jelas dan benar untuk diperoleh informasi tentang kebenaranya. <br />
• Komperhensif <br />
Dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah atau Madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh. <br />
• Adil <br />
Dalam pelaksanaan akreditasi, Sekolah atau Madrasah semua diperlakukan sama, artinya tidak membedakan Sekolah atau Madrasah atas dasar kultur, keyakinan, sosial budaya, dan juga tidak memandang status Sekolah atau Madrasahbaik negeri maupun swasta.<br />
• Transparan<br />
Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi Sekolah atau Madrasah, misalnya kriteria, mekanisme kerja, maupun jadwal disampaikan secara terbuka. <br />
• Akuntabel <br />
Pelaksanaan akreditasi Sekolah atau Madrasah dapat dipertanggung jawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusanya adalah sesuai aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.<br />
6. Persyaratan Mengikuti Akreditasi Sekolah<br />
Untuk memperoleh pengakuan status dan tingkat kelayakan Sekolah atau Madrasah melalui akreditasi, sekurang-kurangnya satuan pendidikan Sekolah atau Madrasah harus telah memenuhi persyaratan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu:<br />
• Tersedianya komponen penyelengaraan pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan.<br />
• Penyelenggara pendidikan, baik itu dari pemerintah maupun dari masyarakat. Adapun penyelengaraan pendidikan dari masyarakat harus berbentuk yayasan atau organisasi sosial yang berbadan hukum.<br />
• Telah memiliki piagam terdaftar atau izin oprasional penyelengaraan Sekolah atau Madrasah dari instansi yang berwenang.(Mulyasa, 2008: 281).<br />
7. Komponen yang Dinilai dalam Akreditasi Sekolah<br />
Akreditasi sekolah mencakup delapan komponen dalam Standar Nasional Pendidikan, yaitu:<br />
• Standar Isi, ( Permendiknas No.22/2006 )<br />
• Standar proses, ( Permendiknas No.41/2007 )<br />
• Standar Kompetensi Lulusan, ( Permendiknas No.23/2006 )<br />
• Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, ( Permendiknas, No.13/2007 tentang Kepala Sekolah, Permendiknas, No.16/2007 tentang Guru, Permendiknas No. 24/2008 tentang Tenaga Administrasi )<br />
• Standar Sarana dan Prasarana ( Permendiknas, 24/2007 )<br />
• Standar Pengelolaan, ( Permendiknas, 19/2007 )<br />
• Standar Pembiayaan, ( Peraturan Pemerintah, 48/2008 )<br />
• Standar penilaian Pendidikan, ( Permendiknas, 20/2007 ) <br />
8. Hasil Penilaian dan Peringkat Akreditasi<br />
a. Hasil penilaian kinerja suatu Sekolah atau Madrasah diperoleh dari hasil isian kuisioner para responden dan hasil penilaian atau pengamatan dari tim penilai yang ditunjuk oleh Dewan Akreditasi Sekolah.<br />
b. Hasil akhir penilaian tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dan sebagai dasar dalam penetapan peringkat akreditasi suatu Sekolah atau Madrasah.<br />
c. Penentuan status dan peringkat dirumuskan sebagai berikut:<br />
• Terakreditasi dengan peringkat A (Sangat Baik atau Unggul) diberikan kepada Sekolah atau Madrasah yang memperoleh jumlah nilai rata-rata antara 451-500.<br />
• Terakreditasi dengan peringkat B (Baik) diberikan kepada Sekolah atau Madrasah yang memperoleh jumlah nilai rata-rata antara 401-450.<br />
• Terakreditasi dengan peringkat C (Cukup) diberikan kepada Sekolah atau Madrasah yang memperoleh jumlah nilai rata-rata antara 351-400.<br />
d. Pemberian status dan peringkat akreditasi tersebut diharapkan menjadi pemacu Sekolah atau Madrasah untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan pengembangan secara sistematis dan terprogram, yang pada akhirnya akan menghasilkan Sekolah atau Madrasah yang berkualitas. (Mulyono, 2008: 291)<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">BAB III</div><div style="text-align: center;">METODOLOGI PENELITIAN</div><br />
Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dengan variasi metode yang dimaksud adalah dengan menggunakan angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi. (Arikunto, 2006: 160)<br />
<br />
A. Populasi dan Sampel Penelitian<br />
• Populasi Penelitian<br />
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto, 2006: 131). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMA akreditasi A, B, dan C di Kabupaten Ngawi.<br />
• Sampel Penelitian<br />
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 18). Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa SMA yang terakreditasi A, B, dan C di Kabupaten Ngawi.<br />
B. Variabel Penelitian<br />
Variabel penelitian harus mengandung variabel yang jelas sehingga memberikan gambaran data dan informasi apa yang diperlukan untuk menentukan masalah tersebut. Variabel adalah subyek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002: 94).Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbedaan kualitas pembelajaran sosiologi.<br />
C. Metode Pengumpulan Data<br />
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang terstandar (Arikunto, 2006: 222). Tujuan dari pengumpulan data adalah untuk memperoleh data yang relevan, akurat, dan reliable yang berkaitan dengan penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi yang benar dan dapat dipercaya untuk dijadikan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif.Setelah mengetahui data kuantitatif yang diperlukan selanjutnya adalah menentukan metode pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sesuai maka peneliti menggunakan metode observasi, angket atau kuesioner, wawancara dan dokumentasi.<br />
1. Metode Observasi <br />
Menurut arikunto, (1998: 231), observasi adalah pengamatan secara langsung. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi dengan tujuan untuk meneliti secara langsung mendatangi objek yang akan diteliti yaitu tentang perbedaan kualitas pembelajaran sosiologi SMA akreditasi A, B, dan C di Kabupaten Ngawi.<br />
2. Metode Angket atau Kuesioner<br />
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006: 151). Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrument yang dipakai adalah angket atau kuesioner.<br />
3. Metode Wawancara<br />
Wawancara atau interview yaitu wawancara dimana peneliti melakukan tatap muka dengan responden untuk memperoleh informasi dari responden tersebut. Menurut Margono (2005: 165) wawancara atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.<br />
4. Metode Dokumentasi <br />
Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa catatan tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti yang resmi (Arikunto, 1998: 131)<br />
D. Prosedur Pengumpulan Data<br />
Prosedur pengumpulan data adalah suatu cara dalam penelitian untuk mencari dan mengumpulkan data. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :<br />
1. Tahap Persiapan<br />
Dengan langkah-langkah berikut:<br />
• Penentuan sampel<br />
• Teknik pengambilan sampel<br />
• Tempat penelitian<br />
• Obyek penelitian<br />
• Waktu penelitian<br />
• Pengambilan data<br />
2. Tahap Pelaksanaan penelitian<br />
E. Teknik Analisis Data<br />
Teknik analisis data penelitian merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam proses penelitian karena dapat berfungsi untuk menyimpulkan penelitian. Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diolah dalam beberapa tahap analisis.<br />
1. Analisis Data Tahap Awal<br />
2. Analisis Data Tahap Akhir<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Arikunto, Suharsimi Prof. Dr. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Reinka Cipta.<br />
Idrus, Muhamad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gelora Aksara Pratama<br />
Idris, jamaludin. 2005. Analisis Kritis Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Suluh Press<br />
Martinis Yamin dan Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada.<br />
Oemar, Hamalik. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.<br />
Sanjaya, Wina 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Perdana Media Group<br />
Sudjana, N & A. Rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung: PT. Sinar Baru Aglensind<br />
Sukardi, Ph.D. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.<br />
Syafarudin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. <br />
http://id.m.wikipedia.org/wiki/sosiologi<br />
http://elfitra.multiply.com/journal/item/16<br />
http://niningsulistyoningrum.wordpress.com/2010/05/15/akreditasi-sekolah/agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-39208515458088079212012-01-07T02:36:00.000-08:002012-01-07T02:42:19.399-08:00Sosialisasi Sebagai Proses Pembentukan KepribadianStandar Kompetensi : Menerapkan Nilai dan Norma Dalam Proses Pengembangan Kepribadian.<br />
Kompetensi Dasar : Menjelaskan sosialisasi sebagai proses dalam pembentukan kepribadian.<br />
<br />
<br />
Pengertian Sosialisasi<br />
<br />
Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. <br />
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.<br />
Sosialisasi adalah proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat.<br />
Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli :<br />
<a name='more'></a><br />
1. Charlotte Buhler <br />
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya. <br />
2. Peter Berger <br />
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya. <br />
3. Paul B. Horton <br />
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya. <br />
<br />
Dalam proses sosialisasi sendiri dikenal melalui tiga tahap , yaitu :<br />
<br />
A. Proses Internalisasi<br />
<br />
Proses ini merupakan suatu proses panjang dan berlangsung seumur hidup, sejak manusia lahir sampai ia meninggal dunia. Di situ ia belajar membentuk kepribadian dalam perasaan, nafsu-nafsu, maupun emosi, yang diperlukan sepanjang hidupnya. Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,nafsu, serta emosi dalam kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang berada dalam alam sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun budayanya. Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah pengalamannya tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia merasakan kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci,keamanan,harga diri,kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dsb. Selain perasaan tersebut berkembang pula berbagai macam hasrat seperti hasrat mempertahankan hidup. Untuk menikmati keindahan semua itu dapat dipelajari melalui prosesninternalisasi yang menjadi ,ilik kepribadian individu.<br />
<br />
<br />
B. Proses Sosialisasi<br />
Proses ini artinya suatu proses dimana seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelakuan kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis, psikologis dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.<br />
Proses sosialisasi terjadi melalui dua cara yaitu:<br />
a. Conditioning.<br />
b. Komunikasi atau interaksi.<br />
Conditioning, adalah keadaan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti cara makan, bahasa, berjalan, cara duduk, pengembangan tingkah laku dan sebagainya.<br />
<br />
<br />
C. Proses Inkulturasi<br />
<br />
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pembudayaan yaitu seorang individu yang mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem nora dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaanya. Individu sejak kecil sudah mengawali proses inkulturasi dalam alam pikiran mereka sebagai warga suatu masyarakat. Mula-mula dimulai dari lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-teman mainnya. Selain itu ia sering belajar dengan meniru berbagai macam tindakan. Namun, sebelumnya perasaan dan nilai budaya yang meberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasikan dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru, maka tindakannya akan menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya itu untuk dibudidayakan. Berbagai macam norma kadang juga dipelajari seorang individu secara sebagian demiu sebagian dengan mendengarkan orang-orang di dalam lingkungan pergaulan pada saat yang berbeda-beda. Sudah tentu ada juga norma-norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja, tidak hanya di lingkungan keluarga dan di luar keluarga saja, tetapi juga secara formal.<br />
<br />
Sumber (http://www.ips.web.id/2011/08/sosialisasi-sebagai-proses-pembentukan.html )agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-22035602886418428612012-01-07T02:13:00.001-08:002012-01-07T02:20:30.571-08:00Perilaku menyimpangStandar Kompetensi : Menerapkan Nilai dan Norma Dalam Proses Pengembangan Kepribadian.<br />
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan terjadinya perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial.<br />
<br />
<br />
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.<br />
Definisi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat<br />
<a name='more'></a>.[1]<br />
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.<br />
Penyebab Terjadi<br />
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :<br />
1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).<br />
2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.<br />
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu<br />
1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.<br />
2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang.<br />
3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.<br />
4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.<br />
5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang)Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang,<br />
Bentuk<br />
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.<br />
• Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.<br />
1. Penyimpangan bersifat positif. Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.<br />
2. Penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk.<br />
Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:<br />
1. <br />
1. Penyimpangan primer (primary deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang.<br />
2. Penyimpangan sekunder (secondary deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk,<br />
• Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :<br />
1. 1. Penyimpangan individual (individual deviation)<br />
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.<br />
1. <br />
1. Pembandel<br />
2. Pembangkang<br />
3. Pelanggar<br />
4. Perusuh atau penjahat<br />
5. Munafik<br />
1. 2. Penyimpangan kelompok (group deviation)<br />
Penyimpangan kelompok adalah tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompok yang bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, sekelompok orang menyelundupkan narkotika atau obat-obatan terlarang lainnya.<br />
1. 3. Penyimpangan campuran (combined deviation)<br />
Penyimpangan seperti itu dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok didalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan dan mengabaikan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya, remaja yang putus sekolah dan pengangguran yang frustasi dari kehidupan masyarakat, dengan di bawah pimpinan seorang tokoh mereka mengelompok ke dalam organisasi rahasia yang menyimpang dari norma umum (geng-geng anak nakal).<br />
Catatan kaki<br />
1. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Tim Prima Pena, Gita Media Press<br />
<br />
Sumber (http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_menyimpang )agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-3215183194551486902012-01-07T02:07:00.001-08:002012-01-07T02:24:35.199-08:00PENGENDALIAN ATAU KONTROL SOSIALStandar Kompetensi : Menerapkan Nilai dan Norma Dalam Proses Pengembangan Kepribadian.<br />
Kompetensi Dasar : Menerapkan aturan-aturan sosial dalam kehidupan masyarakat.<br />
<br />
<br />
A. PENGENDALIAN SOSIAL<br />
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.<br />
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut<br />
<a name='more'></a> ( Soekanto, 181:45)<br />
1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah memenuhi kebutuhan dasarnya.<br />
2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.<br />
3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan<br />
4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.<br />
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.<br />
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control).<br />
Menurut Soerjono Soekanto, pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.<br />
Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.<br />
1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.<br />
2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.<br />
3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaiah atau norma, maka ia akan dikenakan sanksi.<br />
Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :<br />
1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok<br />
2. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya<br />
3. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.<br />
B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL<br />
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian. Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.<br />
a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi ”mengancam sanksi” atau usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi penyimpangan.<br />
b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di dalam versi “menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.<br />
c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang lain.<br />
d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.<br />
e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.<br />
f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga tersebut.<br />
g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal.<br />
C. CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL<br />
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui :<br />
1. Sosialisasi<br />
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.<br />
2. Tekanan Sosial<br />
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok tersebut.<br />
Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan pengasingan.<br />
Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. Alat pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat, pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.<br />
3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal<br />
Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.<br />
Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang berlaku.<br />
a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat.<br />
b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).<br />
Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan pervasi.<br />
1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap norma-norma sosial yang berlaku.<br />
2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.<br />
2. Fungsi Pengendalian Sosial<br />
Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :<br />
a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.<br />
b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.<br />
c. Mengembangkan rasa malu<br />
d. Mengembangkan rasa takut<br />
e. Menciptakan sistem hukum<br />
Kontrol sosial – di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). Adapun yang dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.<br />
Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :<br />
1. Sanksi yang bersifat fisik,<br />
2. Sanksi yang bersifat psikologik, dan<br />
3. Sanksi yang bersifat ekonomik.<br />
Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).<br />
Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah, Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :<br />
1. Incentive yang bersifat fisik;<br />
2. Incentive yang bersifat psikologik; dan<br />
3. Incentive yang bersif ekonomik.<br />
Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.<br />
Apakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun.<br />
Ada lima faktor yang ikut menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :<br />
1. Menarik-tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga-warga yang bersangkutan ;<br />
2. Otonom-tidaknya kelompok masyarakat itu;<br />
3. Beragam-tidaknya norma-norma yang berlaku di dalam kelompok itu,<br />
4. Besar-kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan<br />
5. Toleran-tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi.<br />
1. Menarik-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu Bagi Warga yang Bersangkutan.<br />
Pada umumnya, kian menarik sesuatu kelompok bagi warganya, kian besarlah efektivitas kontrol sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti-tingkah pekerti warga itu mudah dikontrol conform dengan keharusan-keharusan norma yang berlaku. Pada kelompok yang disukai oleh warganya, kuatlah kecendrungan pada pihak warga-warga itu untuk berusaha sebaik-baiknya agar tidak melanggar norma kelompok. Norma-norma pun menjadi self-enforcing. Apabila terjadi pelanggaran, dengan mudah si pelanggar itu dikontrol dan dikembalikan taat mengikuti keharusan norma. Sebaliknya, apabila kelompok itu tidak menarik bagi warganya, maka berkuranglah motif pada pihak warga kelompok untuk selalu berusaha menaati norma-norma sehingga karenanya-bagaimanapun juga keras dan tegasnya kontrol sosial dilaksanakan-tetaplah juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.<br />
2. Otonom-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu.<br />
Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.<br />
Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu – kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.<br />
3. Beragam-Tidaknya Norma-norma yang Berlaku di dalam Kelompok Itu<br />
Makin beragam macam norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok-lebih-lebih apabila antara norma-norma itu tidak ada kesesuaian, atau apabila malahan bertentangan-maka semakin berkuranglah efektivitas kontrol sosial yang berfungsi menegakkannya. Dalil ini pernah dibuktikan di dalam sebuah studi eksperimental yang dilakukan oleh Meyers.<br />
Dihadapkan pada sekian banyak norma-norma yang saling berlainan dan saling berlawanan, maka individu-individu warga masyarakat lalu silit menyimpulkan adanya sesuatu gambaran sistem yang tertib, konsisten, dan konsekuen. Pelanggaran atas norma yang satu (demi kepentingan pribadi) sering kali malahan terpuji sebagai konformitas yang konsekuen pada norma yang lainnya. Maka, dalam keadaan demikian itu, jelas bahwa masyarakat tidak akan mungkin mengharapkan dapat terselenggaranya kontrol sosial secara efektif.<br />
4. Besar-Kecilnya dan Bersifat Anomie-Tidaknya Kelompok Masyarakat yang Bersangkutan<br />
Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukarlah orang saling mengidentifikasi dan saling mengenali sesama warga kelompok. Sehingga, dengan bersembunyi di balik keadaan anomie (keadaan tak bisa saling mengenal), samakin bebaslah individu-individu untuk berbuat “semaunya”, dan kontrol sosialpun akan lumpuh tanpa daya.<br />
Hal demikian itu dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat-masyarakat primitif yang kecil-kecil, di mana segala interaksi sosial lebih bersifat langsung dan face-to-face. Tanpa bisa bersembunyi di balik sesuatu anomie, dan tanpa bisa sedikit pun memanipulasi situasi heterogenitas norma, maka warga masayarakat di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-primitif itu hampir-hampir tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial. Itulah sebabnya maka kontrol sosial di masyarakat primitif itu selalu terasa amat kuatnya, sampai-sampai suatu kontrol sosial yang informal sifatnya-seperti ejekan dan sindiran-itu pun sudah cukup kuat untuk menekan individu-individu agar tetap memerhatikan apa yang telah terlazim dan diharuskan.<br />
5. Toleran-Tidaknya Sikap Petugas Kontrol Sosial Terhadap Pelanggaran yang Terjadi<br />
Sering kali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, melainkan karena sikap toleran (menenggang) agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran, pelaksana kontrol sosial itu sering membiarkan begitu saja sementara pelanggar norma lepas dari sanksiyang seharusnya dijatuhkan.<br />
Adapun toleransi pelaksana-pelaksana kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :<br />
a. Ekstrim-tidaknya pelanggaran norma itu;<br />
b. Keadaan situasi sosial pada ketika pelanggaran norma itu terjadi;<br />
c. Status dan reputasi individu yang ternyata melakukan pelanggaran; dan<br />
d. Asasi-tidaknya nilai moral-yang terkandung di dalam norma-yang terlanggar.<br />
Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial.<br />
Bentuk kontrol sosial atau cara-cara pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.<br />
Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol sosial.<br />
Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.<br />
Diarikan dari : “Berkenalan dengan Sosiologi, M. Sitorus”<br />
“Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, J.dwi Narwoko-Bagong Suyatno (ed.)“<br />
<br />
Sumber (http://organisasi.org/jenis-macam-pengendalian-sosial-dan-pengertian-pengendalian-sosial-pengetahuan-sosiologi )agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-55037787698306321142011-12-24T05:36:00.000-08:002011-12-27T08:23:40.572-08:00SosialisasiFriday, October 2, 2009<br />
Sosialisasi Sebagai Proses Pembentukan Kepribadian <br />
09:44 | Posted by Ikhsanudin <br />
1. Pengertian Proses Sosialisasi<br />
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan yang berguna. Kehidupan bersama itu dapat dilihat dari beberapa segi. Misalnya dilihat dari aspek hukum.<br />
Aktivitas sosial itu terjadi karena adanya aktivitas dari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses sosial.<br />
<br />
Keseluruhan kebiasaan yang dimiliki manusia di bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama, politik, dan sebagainya harus dipelajari oleh setiap anggota baru masyarakat melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi. Menurut Berger, sosialisasi sebagai proses melalui bagaimana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. <br />
<a name='more'></a>Beberapa teori sosialisasi menurut para ahli sosiolog adalah sebagai berikut:<br />
a. Teori George Herbert Mead<br />
Menurut Mead setiap anggota baru harus mempelajari peran-peran yang ada di dalam masyarakat yaitu suatu proses yang dinamakan pengambilan peran. Dalam proses ini seorang belajar untuk mengetahui peran yang harus dijalankan serta peran yang harus dijalankan orang lain. Jadi diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.<br />
b. Teori Charles H. Cooley<br />
Menurut Cooley, seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain melalui tiga tahap, yaitu:<br />
1. Seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadapnya.<br />
2. Seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya.<br />
3. Seseorang mempunyai perasaan apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya.<br />
<br />
Ia menganalogikan antara pembentukan diri seorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin. Misalnya seseorang siswa memperoleh nilai rendah dalam ujian, ia merasa bahwa para gurunya menganggapnya bodoh, maka ia kurang dihargai dan siswa tersebut menjadi murung.<br />
<br />
<br />
2. Agen Sosialisasi<br />
Ada empat agen sosialisasi yaitu keluarga, teman bermain, lingkungan sekolah dan media massa. Misalnya, surat kabar, majalah, buletin, televisi, radio dan iklan.<br />
a. Keluarga<br />
Keluarga merupakan lingkungan utama yang dikenal oleh anak. Agen sosialisasi di lingkungan keluarga meliputi orang tua, saudara kandung bahkan untuk lingkungan besar termasuk kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya. Di samping itu bagi keluarga yang memiliki status sosial yang lebih baik, agen sosialisasi termasuk, pekerja sosial, petugas anak, pembantu dan sebagainya. Peran agen sosialisasi terutama orang tua sangat penting. Arti pentingnya agen sosialisasi terletak pada pentingnya kemampuan yang harus dikerjakan kepada anak.<br />
b. Teman bermain<br />
Anak mulai bergaul dengan lingkungan selain keluarganya. Misalnya; tetangganya atau teman sekolahnya, berarti anak menemukan agen sosialisasi yang lain. Pada lingkungan ini seorang anak mempelajari berbagai kemampuan baru, dia melakukan interaksi sosial sederajat, anak memasuki game stage yaitu mempelajari aturan yang mengatur peran orang lain yang kedudukannya sederajat.<br />
<br />
c. Lingkungan sekolah<br />
Di lingkungan sekolah atau pendidikan formal seorang anak mulai mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajari dalam lingkungan keluarga maupun kelompok bermain. Pendidikan formal mempersiapkan penguasaan peran-peran baru yang akan digunakan di kemudian hari, pada saat anak tidak tergantung pada orang tua lagi. Di lingkungan sekolah, seseorang belajar bahasa (mendengarkan berbicara, membaca dan menulis), belajar matematika, ilmu pengetahuan sosial dan pelajaran lain-lain. Di lingkungan sekolah, para siswa belajar kemandirian, prestasi, umum dan khusus.<br />
1. Kemandirian<br />
Jika di rumah anak dapat mengandalkan bantuan orang tuanya dalam melakukan berbagai tugas, maka di sekolah sebagian besar harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jadi tidak ada ketergantungan pada orang lain.<br />
2. Prestasi<br />
Di sekolah anak belajar bersaing dan berprestasi. Setiap tugas-tugas yang diberikan akan memperoleh penghargaan berupa nilai, berbagai nilai yang diperoleh akan menunjukkan tingkat prestasi seseorang sehingga seorang anak termotivasi untuk belajar dan meraih prestasi.<br />
3. Umum<br />
Di lingkungan sekolah, setiap anak akan memperoleh perlakuan yang sama (secara umum), berbeda dengan di lingkungan keluarga, seorang anak cenderung memperoleh perlakuan khusus.<br />
4. Khusus<br />
Di lingkungan sekolah, penilaian terhadap perilaku siswa dibatasi secara khusus. Misalnya penilaian matematika tidak mempengaruhi mata pelajaran lain, seperti bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan sosial dan lain-lain. Keberhasilan atau kegagalan ditentukan oleh prestasi secara khusus tiap-tiap mata pelajaran itu sendiri.<br />
5. Media Masa<br />
Media masa, baik media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, film, internet) merupakan bentuk komunikasi yang dikatagorikan sebagai agen sosialisasi. Pesan-pesan yang disampaikan baik melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet akan mempengaruhi perilaku seseorang. Misalnya, anak mengikuti gaya mode dan penampilan para artis.<br />
<br />
3. Tujuan dan Indikator Keberhasilan Proses Sosialisasi<br />
a. Tujuan sosialisasi<br />
Tujuan sosialiasi yaitu sebagai proses pengenalan diri sendiri dan orang lain dengan perannya masing-masing. Melalui sosialisasi, seseorang dapat menyesuaikan perilaku yang diharapkan, mengenal dirinya dan mengembangkan segenap potensinya untuk menjadi anggota masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan sebagai pedoman dalam kehidupannya.<br />
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan sosialisasi adalah:<br />
1. Untuk mengenal dan mengetahui lingkungan sosial di mana seseorang individu bertempat tinggal, misalnya mengenal anggota keluarga (ayah, ibu dan saudara-saudaranya).<br />
2. Untuk mengenal dan mengetahui lingkungan sosial masyarakat. Misalnya mengenal teman bermain, mengenal tetangga.<br />
3. Untuk mengenal lingkungan alam sekitar. Misalnya mengenal kedudukan tempat tinggalnya di antara masyarakat dan mengenal lingkungan tempat bekerja.<br />
4. Untuk mengenal sistem nilai-nilai norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Misalnya, mengenal adat istiadat, mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku dan sanksi-sanksi yang diterapkan.<br />
5. Untuk mengenal dan mengetahui lingkungan sosial budaya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.<br />
<br />
b. Indikator Keberhasilan Proses Sosialisasi<br />
Keberhasilan seseorang individu dalam proses sosialisasi dapat dilihat dan diukur dari adanya indikasi-indikasi sebagai berikut:<br />
1. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam sekitarnya, hal ini dapat dan seorang mengenal keluarga, saudara, tetangga.<br />
2. Dapat berintegrasi dengan lingkungan sosial masyarakat.<br />
3. Adanya peningkatan status dan peranan seseorang dalam usaha peningkatan kasir.<br />
<br />
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi<br />
Keberhasilan proses sosialisasi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari diri individu, wawasan biologis, potensi dirinya dan faktor yang berasal dari luar dirinya.<br />
a. Faktor dari dalam<br />
Faktor yang berasal dan dalam individu seseorang meliputi:<br />
1. Bilogis yang meliputi bentuk tubuh, golongan darah, wajah alat indera.<br />
2. Tingkat kecerdasan atau Intelegensi Question (IQ).<br />
3. Tingkat emotional atau Emotional Question (EQ) dan<br />
4. Potensi, bakat, serta keterampilan.<br />
b. Faktor dari luar<br />
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi yang berasal dari luar yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat setempat, lingkungan bermain/pergaulan, lingkungan pendidikan, dan lingkungan pekerjaan.<br />
<br />
<br />
5. Pembentukan Kepribadian<br />
a. Faktor-faktor pembentukan kepribadian<br />
Istilah “Kepribadian” adalah sebagai ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memiliki identitas khusus sebagai individu. Ciri khas tersebut berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.<br />
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang adalah:<br />
1. Faktor keturunan<br />
2. Faktor lingkungan alam<br />
3. Lingkup budaya<br />
4. Situasi<br />
<br />
b. Unsur-unsur pembentukan kepribadian<br />
1. Pengetahuan<br />
Pengetahuan merupakan unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, dan secara nyata yang terkandung di dalam otaknya. Seluruh proses akal manusia yang sudah jadi antara lain, persepsi, apersepsi, pengamatan, konsep maupun fantasi.<br />
2. Perasaan<br />
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia, karena pengaruh pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif atau negatif. Adapun dorongan naluri antara lain, dorongan untuk memperatahankan hidup, dorongan seks, dorongan untuk berbakti, rasa, simpati, cemburu, dorongan akan kehendak bentuk, warna dan gerak.<br />
<br />
c. Tipologi kepribadian<br />
Tipologi kepribadian seseorang menjadi enam tipologi dan masing-masing memiliki karakter dan kedudukan yang berbeda-beda. Keenam tipologi yang dimaksud adalah:<br />
1. Realistis<br />
Tipe realistis yaitu seseorang yang menyukai kegiatan fisik yang menuntut kererampilan, kekuatan dan koordinasi.<br />
2. Investigatif<br />
Seseorang yang memiliki tipe investigatif menyukai kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian dan pemahaman.<br />
3. Sosial<br />
Tipe sosial yaitu seseorang yang menyukai kegiatan yang membantu meringankan beban orang lain.<br />
4. Konversional<br />
Tipe konversional yaitu tipe yang menyukai kegiatan yang diatur dengan peraturan jelas.<br />
5. Enterfising<br />
Tipologi ini menyukai kegiatan di mana selalu ada peluang untuk mempengaruhi orang lain.<br />
6. Artistik<br />
Seseorang dalam tipologi ini menyukai kegiatan yang bersifat mendua, eksperesif, kreatif. Karakternya imajinatif, tidak teratur, idealis, emosional, tidak praktis. Kedudukannya: tukang cat, pemusik, penulis.<br />
<br />
6. Fungsi Nilai dan Norma Sosial<br />
a. Nilai Sosial<br />
1. Pengertian nilai sosial<br />
Nilai adalah suatu ukuran atau patokan yang diyakini dan dijadikan standar pedoman. Nilai sosial berarti pedoman perilaku yang dianggap baik, pantas dan benar sebagai ukuran perilaku masyarakat.<br />
2. Ciri-ciri nilai sosial<br />
1. Hasil interaksi sosial antar warga masyarakat<br />
2. Bukan pembawaan sejak lahir<br />
3. Terbentuk melalui proses belajar<br />
4. Dapat mempengaruhi perkembangan pribadi<br />
5. Berhubungan satu sama lain dan<br />
6. Bervariasi antara budaya yang satu dengan yang lain.<br />
<br />
b. Norma Sosial<br />
1. Pengertian sosial<br />
a. Umumnya tidak tertulis kecuali norma hukum<br />
b. Hasil dan kesepakatan masyarakat<br />
c. Warga masyarakat mentaatinya<br />
d. Mengandung sanksi bagi yang melanggarnya dan<br />
e. Menyebabkan terjadinya perubahan sosial sehingga norma sosial dapat berubah pula.<br />
<br />
Menurut Berry, unsur pokok dari norma yaitu tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarakat untuk menjalankan norma-norma tersebut. Jika aturan-aturan tidak dikuatkan oleh desakan sosial, maka tidak dapat disebut norma sosial. Adanya desakan sosial itu merupakan ciri, bahwa norma-norma itu benar-benar telah menjadi norma sosial, sebab norma disebut sebagai norma sosial bukan saja karena telah mendapatkan sifat kemasyarakatannya akan tetapi telah dijadikan patokan dalam perilaku.<br />
<br />
2. Tahap-tahap Norma sosial<br />
Berdasarkan tingkat daya ikat terhadap masyarakat tahap-tahap norma sosial meliputi:<br />
<br />
a. Norma cara (Usage)<br />
Norma cara yaitu tata cara yang dianut seseorang dalam melakukan sesuatu.<br />
b. Norma kebiasaan (Folkways)<br />
Norma kebiasaan yaitu suatu aturan yang biasa berlaku di lingkungan masyarakat (biasa dilakukan secara berulang-ulang).<br />
c. Norma tata kelakuan (Mores)<br />
Suatu norma kebiasaan yang sudah mengakar di masyarakat berkembang menjadi norma tata kelakuan, norma tata kelakuan digunakan sebagai alat pengawasan oleh masyarakat kepada anggotanya.<br />
d. Norma hukum<br />
Norma hukum yaitu suatu rangkaian aturan yang menjadi pedoman bagi seluruh warga negara. Norma hukum berisi ketentuan-ketentuan perundang-undangan termasuk peraturan pemerintahan baik pusat maupun daerah dan keputusan-keputusan pejabat pemerintah yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apabila dilanggar dikenakan sanksi hukum baik penjara, denda atau hukuman mati.<br />
<br />
3. Jenis-jenis norma sosial<br />
Dilihat dari bidang-bidang kehidupan yang diaturnya, norma sosial dibagi menjadi 4 jenis antara lain adalah:<br />
a. Norma kesusilaan dan kesopanan<br />
Norma kesusilaan adalah norma yang bersumber dari perasaan manusia sedangkan norma kesopanan bersumber pada akal pikiran manusia.<br />
b. Norma adat atau kebiasaan<br />
Norma adat atau kebiasaan yaitu norma yuang mengatur kehidupan bermasyarakat yang dipergunakan secara berulang-ulang dan dibakukan sebagai pedoman adat dalam kelompok masyarakat tertentu, misalnya adat perkawinan, adat pembagian warisan, upacara penguburan dan selamatan.<br />
c. Norma Agama<br />
Norma agama yaitu aturan-aturan yang bersumber dan ajaran agama yang mengikat pada penganutnya yang berisi perintah-perintah maupun larangan bagi penganutnya masing-masing untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat, pelanggaran norma tersebut akan dianggap sebagai perbuatan dosa.<br />
d. Norma Hukum<br />
Norma hukum merupakan norma sosial yang dibuat oleh lembaga berwenang untuk dijadikan pedoman dalam mengatur kehidupan warga negara, dan kehidupan dalam hal ini sanksi bagi yang melanggar dikenai denda, hukuman penjara, sesuai tingkat kesalahannya.<br />
<br />
7. Fungsi Nilai dan Norma Sosial<br />
Maurice Doverger berpendapat bahwa nilai-nilai sosial mencerminkan suatu kualitas referensi dalam tindakan, memberikan sumbangan yang berarti kepada pembentukan pandangan dunia mereka, memberikan perasaan identitas kepada masyarakat dan menentukan seperangkat tujuan yang hendak dicapai.<br />
Saparinah Sadli menjelaskan bahwa norma-norma sosial yang menjadi pedoman perilaku manusia sebenarnya bersumber dari niali-nilai.<br />
Fungsi nilai dan norma-norma sosial antara lain adalah:<br />
1. Sebagai petunjuk perilaku<br />
Nilai dan norma merupakan sesuatu yang mengandung kebaikan yang telah diyakini dan dijadikan pedoman dalam kehidupan.<br />
2. Sebagai pelindung pihak-pihak yang lemah<br />
Nilai dan norma sosial berlaku secara umum di lingkungan masyarakat. Nilai dan norma membatasi ruang gerak orang-orang yang kuat untuk melakukan perilaku sekehendaknya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
(http://ikhsanu.blogspot.com/2009/10/sosialisasi-sebagai-proses-pembentukan.html)agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-4415654377604172622011-12-24T05:35:00.000-08:002011-12-27T08:34:07.014-08:00Materi Pembelajaran>> Monday, August 22, 2011<br />
Sosialisasi Sebagai Proses Pembentukan Kepribadian<br />
<br />
Pengertian Sosialisasi<br />
<br />
Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-norma social yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. <br />
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.<br />
Sosialisasi adalah proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli :<br />
1. Charlotte Buhler <br />
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya. <br />
2. Peter Berger <br />
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya. <br />
3. Paul B. Horton <br />
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.<br />
<br />
<br />
Dalam proses sosialisasi sendiri dikenal melalui tiga tahap , yaitu :<br />
<br />
A. Proses Internalisasi<br />
<br />
Proses ini merupakan suatu proses panjang dan berlangsung seumur hidup, sejak manusia lahir sampai ia meninggal dunia. Di situ ia belajar membentuk kepribadian dalam perasaan, nafsu-nafsu, maupun emosi, yang diperlukan sepanjang hidupnya. Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat,nafsu, serta emosi dalam kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang berada dalam alam sekitarnya dan dalam lingkungan sosial maupun budayanya. Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah pengalamannya tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia merasakan kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci,keamanan,harga diri,kebenaran, rasa bersalah, dosa, malu, dsb. Selain perasaan tersebut berkembang pula berbagai macam hasrat seperti hasrat mempertahankan hidup. Untuk menikmati keindahan semua itu dapat dipelajari melalui prosesninternalisasi yang menjadi ,ilik kepribadian individu.<br />
<br />
<br />
B. Proses Sosialisasi<br />
Proses ini artinya suatu proses dimana seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelakuan kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis, psikologis dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.<br />
Proses sosialisasi terjadi melalui dua cara yaitu:<br />
a. Conditioning.<br />
b. Komunikasi atau interaksi.<br />
Conditioning, adalah keadaan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti cara makan, bahasa, berjalan, cara duduk, pengembangan tingkah laku dan sebagainya.<br />
<br />
<br />
C. Proses Inkulturasi<br />
<br />
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pembudayaan yaitu seorang individu yang mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem nora dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaanya. Individu sejak kecil sudah mengawali proses inkulturasi dalam alam pikiran mereka sebagai warga suatu masyarakat. Mula-mula dimulai dari lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-teman mainnya. Selain itu ia sering belajar dengan meniru berbagai macam tindakan. Namun, sebelumnya perasaan dan nilai budaya yang meberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasikan dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru, maka tindakannya akan menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya itu untuk dibudidayakan. Berbagai macam norma kadang juga dipelajari seorang individu secara sebagian demiu sebagian dengan mendengarkan orang-orang di dalam lingkungan pergaulan pada saat yang berbeda-beda. Sudah tentu ada juga norma-norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja, tidak hanya di lingkungan keluarga dan di luar keluarga saja, tetapi juga secara formal.<br />
<br />
<br />
<br />
(http://www.ips.web.id/2011/08/sosialisasi-sebagai-proses-pembentukan.html)agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-41960192640894468942011-12-24T05:06:00.000-08:002012-01-10T03:28:50.578-08:00SK KDMATERI PEMBELAJARAN SMA<br />
Sekolah : SMA Negeri 1 Sragen<br />
Mata Pelajaran : Sosiologi<br />
Kelas : X ( sepuluh ) <br />
Semester : 2 ( Dua )<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span lang="SV">Standar Kompetensi : Menerapkan Nilai dan Norma Dalam Proses Pengembangan Kepribadian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">Kompetensi Dasar :<br />
1. Menjelaskan sosialisasi sebagai proses dalam pembentukan kepribadian.</div><ol start="2" style="margin-top: 0in;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1;"><span lang="SV">Mendeskripsikan terjadinya perilaku menyimpang dan sikap-sikap anti sosial.</span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo1;">Menerapkan aturan-aturan sosial dalam kehidupan masyarakat.<span lang="SV"></span></li>
</ol>agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-13420791835899468632011-12-19T20:39:00.000-08:002012-01-07T02:49:22.652-08:00PROPOSAL PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI DI DESA NGLAMUK KECAMATAN TLOGOMULYO KABUPATEN TEMANGGUNGPENDAHULUAN<br />
<br />
A. LATAR BELAKANG<br />
Dahulu kawin usia muda dianggap lumrah dan biasa terjadi, tapi dengan semakin berkembangnya jaman serta pengetahuan dan pendidikan seharusnya nikah usia muda tersebut dianggap sebagai adat kuno. Tapi di Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung fenomena nikah usia dini masih banyak didapatkan.<br />
<a name='more'></a><br />
Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh anak-anak ataupun remaja yang delum bisa dikatakan dewasa.<br />
Menurut Dadang (2005), banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan perrceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ketidakcocokan dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis.<br />
Pernikahan usia muda akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi. Penyebab pernikahan usia dini tersebut bisa disebabkan karena faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan agama.<br />
Dilihat dari aspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk mayoritas lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor sosial budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.<br />
B. RUMUSAN MASALAH<br />
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan:<br />
1. Adakah pengaruh pendidikan terhadap sikap remaja Desa Nglamuk untuk menikah pada usia dini?<br />
2. Faktor apa yang menyebabakan banyak masyarakat disana lebih memilih untuk menikah pada usia dini dari pada melanjutkan pendidikan?<br />
C. TUJUAN DAN MANFAAT<br />
<br />
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan terhadap sikap remaja Desa Nglamuk dalam memutuskan untuk menikah di usia muda.<br />
2. Untuk mengetahui tingkat pendidikan remaja Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.<br />
3. Mengetahui faktor penyebab banyaknya pernikahan di usia muda.<br />
4. Mengetahui hal positif dan negative yang didapatkan dari pernikahan usia dini.<br />
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA<br />
Mengakarnya pernikahan usia dini ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan. Fenomena pernikahan diusia anak-anak menjadi kultur masyarakat Indonesia yang masih memposisikan anak perempuan sebagai warga kelas ke-2. Para orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial, anggapan tidak penting pendidikan bagi anak perempuan dan stigma negatif terhadap status perawan tua. Padahal pada usia remaja sekitar lulusan SMP dan SMA sebenarnya anak belum siap secara psikis dan sosial untuk membentuk keluarga. Kesiapan psikis yaitu yang berkaitan dengan rasa aman, kasih sayang, dengan cara menjaga lisan dan mengendalikan emosi agar tidak terjadi perselisihan paham antar pasangan, memberikan perlindungan terhadap pasangan, saling memahami karakter pasangan masing-masing, bersikap sabar dalam mengelola keluarga,aktif mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, memiliki pekerjaan serta tidak menggantungkan hidup kepada orang tua. Sedangkan kesiapan sosial pasangan menikah muda adalah kemampuan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar dan optimal dengan cara tidak membatasi diri dalam lingkup sosialisasi dengan masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal. Dengan kurangnya kesiapan-kesiapan tersebut Undang-Undang harusnya tegas karena banyak hak-hak anak yang dikorbankan.<br />
Faktor penyebab pernikahan usia dini masyarakat Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, diantaranya: Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, hal tersebut dikarenakan mitos-mitos yang marak dikalangan masyarakat tersebut. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat, karena disana adat menikah diusia muda sudah menjadi kebiasaan dari dulu sampai sekarang. Kebanyakan orang desa Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja. Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur, mareka tidak memepedulikan bahkan tidak mengerti keuntungan maupun kerugian/ dampak negative yang ditimbulkan dari menikah pada usi dini. Para orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan memaksa anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau SMA. Mereka menganggap, melanjutkan pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SMP dan SMA saja sudah cukup, tidak perlu ke perguruan tinggi. Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya, kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya. Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja di usia dini. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan untuk segera meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis, begitu kata orang tua. Namun tidak menutup kemungkinan kalau disana ada beberapa pasangan yang menikah di usia dini karena adanya faktor paksaan dari orang tua mereka, paksaan serta desakan dari orang tua tersebut dilandasi oleh ketakutan orang tua terhadap seks bebas yang akan mengakibatkan hamil diluar nikah, hal tersebut tentu merupakan aib, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.<br />
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Namun, hal ini sulit dilakukan pada pernikahan usia remaja.. Hal tersebut memacu terjadinya konflik yang bisa berakibat pisah rumah, atau bahkan perceraian. Itu semua karena emosi remaja masih labil. Tanpa disadari ada banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan keluarga remaja. Dampak psikisnya yaitu sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Kalau keadaan tersebut terjadi, didalam keluarga ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah. Dampak psikis yang lain yaitu Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.Pada usia yang masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena "kecelakaan", kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja. Sedangkan dampak bagi kesehatan yaitu perempuan yang menikah dibawah umur 20 th beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.<br />
Dalam pernikahan usia dini bukan hanya ada dampak negative saja seperti yang telah disebutkan diatas, tapi juga ada hal positif dari pernikahan dini tersebut dipandang dari segi perspektif psikologi dan dari segi perspektif agama. Pernikahan dini dalam perspektif psikologi dapat dilihat bahwa menikah di usia dini bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali. menurut bukti-bukti (bukan hanya sekedar teori) psikologis, pernikahan dini juga sangat baik untuk pertumbuhan emosi dan mental, sehingga kita akan lebih mungkin mencapai kematangan yang puncak (Muhammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, 2002). Pernikahan akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia, yang pada gilirannya akan menjadikan manusia mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan. Bagaimana dengan hasil penelitian bahwa angka perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini? Ternyata, setelah diteliti, pernikahan dini yang rentan perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan kecelakaan (yang disengaja). Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat. Kemudian Pernikahan Dini dalam Perspektif Agama, pernikahan dini dilaksanakan untuk menghindari perbuatan dosa yang saat ini sedang marak dikalangan remaja yaitu melakukan seks bebas, karena dengan kemajuan teknologi yang sekarang kian canggih, media informasi (baik cetak atau elektronik) terus menyajikan tantangan seksual bagi kaum remaja, maka tak heran apabila banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut. Perilaku seks bebas ini selain telah mengabaikan norma, juga telah mendorong terjadinya pegeseran fungsi utama seks bagi manusia. Sehingga dari perspektif agama lebih menyarankan untuk menikah usia dini, daripada melanggar norma-norma agama tersebut.<br />
Teori yang digunakan untuk mengkaji fenomena nikah dini tersebut yaitu dengan menggunakan teori Interaksionisme simbolik. Ada tiga hal penting dalam interaksionisme simbolik menurut filsafah pragmatis yakni (1) memusatkan perhatian pada interaksi antar actor dan dunia nyata yang lebih dikenal denan dialektika. (2) memendang baik aktor dan dunia nyata sebagai proses dinamis dan bukan struktur yang statis. (3) dan arti penting yang menghubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial. <br />
Teori Interaksionisme simbolik menurut Geroge Herbert Mead George Herbert Mead, yang berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Di samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Dia tertarik pada interaksi, di mana hubungan di antara gerak-isyarat (gesture) tertentu dan maknanya, mempengaruhi pikiran pihak-pihak yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi Mead, gerak-isyarat yang maknanya diberi bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi adalah merupakan “satu bentuk simbol yang mempunyai arti penting” ( a significant symbol”). Kata-kata dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa tubuh (body langguage), baju, status, kesemuanya merupakan simbol yang bermakna. <br />
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, di mana dua atau lebih individu berpotensi mengeluarkan simbol yang bermakna. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang dikeluarkan orang lain, demikian pula perilaku orang lain tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, kita mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya<br />
dengan cara membaca simbol yang ditampilkan orang lain, kita menangkap pikiran, perasaan orang lain tersebut. Teori ini mirip dengan teori pertukaran sosial. <br />
Interaksi di antara beberapa pihak tersebut akan tetap berjalan lancar tanpa gangguan apa pun manakala simbol yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak dimaknakan bersama sehingga semua pihak mampu mengartikannya dengan baik. Hal ini mungkin terjadi karena individu-individu yang terlibat dalam interaksi tersebut berasal dari budaya yang sama, atau sebelumnya telah berhasil memecahkan perbedaan makna di antara mereka. Namun tidak selamanya interaksi berjalan mulus. Ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan simbol yang tidak signifikan – simbol yang tidak bermakna bagi pihak lain. Akibatnya orang-orang tersebut harus secara terus menerus mencocokan makna dan merencanakan cara tindakan mereka. <br />
Banyak kualitas perilaku manusia yang belum pasti dan senantiasa berkembang : orang-orang membuat peta, menguji, merencanakan, menunda, dan memperbaiki tindakan-tindakan mereka, dalam upaya menanggapi tindakan-tindakan pihak lain. Sesuai dengan pandangan ini, individu-individu menegosiasikan perilakunya agar cocok dengan perilaku orang lain.<br />
Ego dan alter merupakan aktor-aktor social yang berlaku spesifik dan berperan secara timbal balik sehingga “harapan-harapan yang sifatnya pelengkap khususnya dibentuk di antara mereka. Sifat pelengkap ini sebagaimana yang akan kita lihat, merupakan keseimbangan system. Ego memberikan ganjaran seluruh tindakan alter yang menyeesuaikan tindakan”.<br />
METODOLOGI PENELITIAN<br />
Lokasi dan Subyek Penelitian<br />
Penelitian dengan subyek pernikahan usia dini tersebut dilaksanakan di Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, berada di Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung. Penelitian dilaksanakan di tempat tersebut karena di tempat tersebut banyak didapatkan fenomena pernikahan usia dini, yang kebanyakan dilakukanoleh remaja lulusan SMP dan SMA.<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Salim , Agus .2007. teori sosiologi klasik dan modern , sketsa pemikiran awal.Semarang:UPT UNNES PRESS<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
LAMPIRAN<br />
<br />
Panduan Wawancara <br />
A. Narasumber <br />
1. Nama : Siska<br />
Alamat : Rt.02,Rw.01, Lamuk legok<br />
Umur : 16<br />
Pekerjaan : Ibu rumah tangga<br />
Pendidikan akhir : SMP<br />
<br />
2. Nama : Sholeh Hudin<br />
Alamat : Rt.03,Rw.01, Lamuk legok<br />
Umur : 18<br />
Pekerjaan : Petani<br />
Pendidikan akhir : SMA<br />
<br />
3. Nama : Busri<br />
Alamat : Rt.01,Rw.02, Lamuk legok<br />
Umur : 15<br />
Pekerjaan : Ibu rumah tangga<br />
Pendidikan akhir : SD<br />
<br />
4. Nama : sinta<br />
Alamat : Rt.01,Rw.02, Lamuk legok<br />
Umur : 16<br />
Pekerjaan : Ibu rumah tangga<br />
Pendidikan akhir : SMP<br />
<br />
B. Daftar Pertanyaan<br />
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan usia dini?<br />
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pernikahan usa dini di Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung?<br />
3. Mengapa pernikahan dini banyak terjadi di Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung?agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4942302195326211715.post-82365365360580875442011-11-29T05:43:00.000-08:002011-12-27T06:24:02.833-08:00Pernikahan Dini<div align="center" class="MsoNormal" style="mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"></span><br />
<div style="text-align: -webkit-auto;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-line-height-alt: 1.15pt; mso-list: l0 level1 lfo5; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> <b> </b></span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Hakikat Pernikahan Dini<o:p></o:p></b></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><b><br />
</b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-line-height-alt: 1.15pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>A.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></b></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Pengertian Pernikahan</b><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Perkawinan atau pernikahan adalah akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah tangga yang harmonis, akan sehidup semati dalam menjalani rumah tangga bersama-sama (Thoha Nasruddin, 1976).Pengertian lain mengartikan perkawinan adalah hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu (Wiryono, 1978).</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Banyak definisi pernikahan selain yang telah disebutkan, diantaranya Pengertian pernikahan yaitu akad antara calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin wanita yang bukan muhrimnya (Mufid,2002:43). Sedangkan pengertian lain nikah adalah suatu akad yang dangannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan wanita (Ramulyo, 2004). Dia menyimpulkan bahwa hakikat dari pernikahan merupakan suatu perjanjian saling mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan suka rela untuk mewujudkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Berdasarkan pengertian pernikahan dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu perjanjian (akad) saling mengikat yang dilangsungkan oleh laki-laki dan perempuan untuk membentuk komitmen berkeluarga, menciptakan keluarga yang harmonis.<o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraph" style="mso-line-height-alt: 1.15pt; mso-list: l1 level1 lfo2; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">B.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> <b> </b></span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Pernikahan Dini</b><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Fenomena pernikahan dini banyak terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena yang muncul belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga sekarang. Fenomena tersebut juga sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, bahkan sudah membudaya disuatu masyarakat. Pernikahan dini dilakukan oleh para pasangan yang berumur kurang dari 20 tahun yang mungkin terjadi karena faktor-faktor tertentu.<o:p></o:p></span></div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;">Pengertian pernikahan dini secara umum, pernikahan dini yaitu: merupakan instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Pengertian pernikahan dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga ada pengertian lain, pengertian pernikahan dini diantaranya: Pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative (Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono,1983). Artinya, pernikahan dini bisa dilakukan sebagai solusi untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja. Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008).Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).</div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; mso-list: l4 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b>Pentingnya Pendidikan Bagi Remaja<o:p></o:p></b></div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;">Usia perkawinan di pedesaan lebih muda dari pada di perkotaan (Dellyana, 1988). Pernikahan dini yang terjadi di desa biasanya disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Kurangnya pendidikan tersebut bisa disebabkan oleh faktor ekonomi.Pendidikan merupakan salah satu variabel yang dijadikan pertimbangan-pertimbangan yang mengaburkan keputusan menikah, apalagi menikah muda. Menurut David Popenoe dalam Abu Ahmadi (1991:182), fungsi pendidikan ialah (1) transmisi kebudayaan, (2) menolong individu memilih dan melakukan peranan sosial, (3) menjamin integrasi sosial, (3) sebagai inovasi sosial. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah diambil olehnya.<o:p></o:p></div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;">Dari penelitian sebelumnya di Indonesia pernikahan dini 50-20% dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya pernikahan dini dilakukan oleh pasangan muda yang rata-rata umurnya 18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia16 tahun sebanyak 26,9% (Jalu,2004).<o:p></o:p></div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;">Dampak yang bisa ditimbulkan akibat pernikahan dini tersebut bermacam-macam. Mungkin awalnya secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa, namun dari segi lain yaitu segi psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama keluarga, disebabkan emosi diusia remaja yang belum stabil. Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena pernikahan usia dini akan beruntut pada masalah-maslah sosial. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan/ ketidaksiapan untuk membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, serta perilaku menyimpang lainnya. Dari segi finansial, usia remaja juga menimbulkan persoalan,yaitu dari sisi pendidikan yang minim. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan semakin sulit didapat dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga.<o:p></o:p></div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" style="margin-bottom: 13.9pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 13.9pt; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center;"><b>TEORI<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Fenomena pernikahan dini bisa dikaji dengan teori Interaksionisme simbolik Max Weber. Dilihat dari pandangan Weber, pernikahan dini terjadi karena individu–individu melakukan tindakan–tindakan yang berarti. Sesuai dengan tipe–tipe tindakan sosial Max Weber, yaitu rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan afektif</span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Titik tolak baginya adalah mengenai individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya itu hanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasrnya terdiri dari tindakan-tindakan sosial individu. Titik tolak Weber pada tingkat individual mengingatkan kita bhwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berada secara terlepas dari individu yang terlibat di dalamnya.Pemahaman terhadap tindakan sosial dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya, karena manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya pada tindakan tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Fenomena pernikahan dini dihubungkan dengan teori Weber dapat dinyatakan bahwa pernikahan dini tersebut merupakan symbol dari reaksi individu karena adanya keinginan individu tersebut untuk melakukannya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-line-height-alt: 1.15pt; text-align: center; text-indent: .5in;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b><br />
</b></span></div>agectahttp://www.blogger.com/profile/03583752721671005588noreply@blogger.com16